Tafsir Ayat Kursi Bag 2 dari 4 | Surah Al Baqoroh 255

AMAJAA - Artikel kali ini melanjutkan pembahasan tafsir ayat kursi yang sebelumnya yaitu bagian 1. Dan sekarang lanjut bagian 2. Silakan baca, simak dan pahami pada tulisan di bawah ini.

لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ

...tidak mengantuk dan tidak tidur... Al Baqoroh 255

Allah tidak di datangi kantuk dan tidak di datangi tidur. Seperti yang kita tahu bahwa kantuk adalah permulaan tidur atau antara bangun dan tidur. Masih ada kesadaran tetapi kesadaran itu sedikit sekali pada diri orang yang mengantuk. Sedangkan tidur sudah tidak lagi sadar sama sekali dan tidak tahu apa yang di lakukan saat tidur..

Kantuk dan tidur adalah dua sifat kekurangan pada makhluk. Sifat ini mustahil apabila ada di sisi Allah SWT.  Karena Allah SWT adalah Zat yang memiliki sifat sempurna. Sempurna artinya tidak memiliki sifat kekurangan seperti yang ada pada makhluk.

Manusia bisa mengetahui? Ya bisa mengetahui. Berkehendak? Ya manusia berkehendak juga, manusia berkuasa? Ya manusia berkuasa juga. Tetapi pengetahuan manusia, kehendak manusia, kekuasaan manusia sangat terbatas. Bukan hanya terbatas, jika sudah sampai masanya tidak lagi mengetahui, tidak lagi dapat berkehendak dan tidak lagi dapat berkuasa.

Umpamanya ketika tidur, jangankan ketika tidur, saat mengantuk pun kita tidak lagi mengetahui, tidak lagi berkehendak dan tidak lagi berkuasa. Karena kantuk dan tidur itu adalah sifat kekurangan yang juga bermakna menghalangi sifat kesempurnaan. Saat mengantuk biasanya kita akan tidur selanjutnya tidak sadar kan diri lagi.


Contoh agar kita dapat memahami dengan mudah dan terang: Apabila ada dua murid yang sedang mengikuti pengajian atau sedang mendengarkan guru menjelaskan. Yang satu dengan keadaan segar (sadar) dan yang satu lagi dengan keadaan mengantuk dan loyo. Di tangan masing-masing ada pena untuk menulis. Apa yang bisa kita lihat pada kedua murid ini?

Kita lihat keadaan dari kedua murid ini, pertama lihat murid yang segar? Apa yang ia bisa buat? Tentu saja akan dapat menulis dengan baik dan cepat. Apa sebabnya? Karena si murid tersebut dapat mendengarkan dan menangkap pelajaran dengan sempurna saat belajar. Tetapi kalau yang satu lagi yaitu yang mengantuk tadi bagaimana?

Dia tidak akan dapat menulis apa - apa. Sebabnya dia tidak mengatahui dengan jelas apa yang di sampaikan oleh gurunya. Terdengar di pangkal perkataan tetapi penghujungnya sudah tidak lagi. Bagaimana dia akan dapat menulis? Tentu saja tidak akan dapat menulis. Maka pena yang di pegang itu tidak dapat bergerak atau terdiam di tangan. Bahkan juga dapat terjauh karena tidak terkendali. Bermakna itu adalaah sifat kekurangan. Maka mengantuk adalah sifat kekurangan.

Sementara Allah itu adalah Maha Sempurna yang tidak ada sedikitpun kekurangan. Maka sifat kekurangan seperti ngantuk dan tidur ini tidak ada di sisi Allah SWT!

لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ “Latak khuduzuhu sinatuw wala naum

لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ “Lata’ khuduzuhu sinah” (Allah tidak di datangi kantuk). Ini sudah kita tahu tadi bahwa kantuk adalah permulaan tidur, وَلَا نَوْمٌ “wala naum” (dan tidak pula tidur). Mengapa Allah ulang dua kali disini?

Mungkin ada yang berpendapat bahwa jika Allah tidak di datangi rasa kantuk tentu saja tidak akan di datangi tidur. Semestinya apabila di sebut لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ “Latak khuduzuhu sinah” maka tidak perlu lagi menyebut “wala naum” (tidur). Apa sebab? Kalau kantuk saja tidak datang apa lagi tidur. Bukan begitu?. Tetapi mengapa disini di sebut berulang?

Imam ibnu absur mengatakan ini bukanlah pengulangan kata, tetapi disini menerangkan dua makna berbeda. Sebab apa? Sebab kantuk dan tidur adalah dua perkara yang berbeda. Dan menurut beliau; ada orang yang mengantuk tetapi tidak tidur, ada pula orang yang tidur tanpa mengantuk terlebih dahulu.

Jadi kantuk dan tidur ini adalah dua perkara yang berbeda, maka kedua perkara ini tidak datang pada Allah. Ini menerangkan bahwa Allah memiliki sifat yang sempurna.

Pada perkataan sebelumnya yaitu al haiyyu dan al qoiyyum yang artinya adalah Allah mengurus perkara makhluk secara terus menerus. Apabila Allah di datangi kantuk atau tidur maka perkara makhluk tidak dapat di uruskan. Maka dari itu kantuk dan tidur ini tidak lah mungkin datang pada Allah. Ini adalah sifat kekurangan jadi tidak mungkin ada pada Allah.

Jadi jika di sebut Allah tidak di datangi kantuk dan tidak di datangi tidur bermakna Allah SWT menguasai alam semesta ini sepanjang masa. Menerangkan bahwasannya Allah SWT tidak pernah lalai dalam mengatur dan menguasai alam semesta. Inilah sifat kesempurnaan Allah SWT

لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ “Lahumafissamawati wama fil ardhMiliknya apa yang ada di langit dan apa yang di bumi

لَهُ “Lahu” artinya adalah MilikNya. Milik siapa? Yaitu milik Allah. مَا فِي السَّمَاوَاتِ “Mafissamawaat” artinya ; apa-apa saja yang ada di langit. Ada sangat banyak sekali yang ada di langit, tetapi Allah memberi tahukan hanya sedikti saja. Manusia ini belum pernah ada yang pergi ke langit, jadi yang kita tahu saat ini hanyalah apa yang telah di berikan oleh Allah saja.

Misalnya di langit ada malaikat, ada baitul makmur, ada 'arsy. Hanya ini saja yang di beritahukan oleh Allah pada kita. kemudian di bawah langit ada jagat raya. Yaitu ada matahari, ada bulan, ada planet, ada bintang dll. Jika kita lihat benda benda angkasa ini dari bumi maka benda benda ini akan terlihat seperti berada di langit. Tetapi sebenarnya adalah di bawah langit.

Langit itu ada 7 lapis dan yang nampak oleh kita adalah langit yang lapisan pertama saja. lalu bagaimana dengan lapisan kedua, ketiga, keempat dst? Kita tidak memiliki ilmunya. Yang kita tahu hanya yang sudah di beritah oleh Allah selain itu tidak tahu.

Begitu sangat besar langit ciptaan Allah, karena di dalam ayat ini berbentuk jamak, "assamawat". Allah tidak menyebut assama yang artinya satu langit tetapi assamawaat artinya banyak langit. Kira kira ada berapa langit? Sab’a assamawaat.. yaitu ada 7 langit. Apa saja yang ada di 7 langit itu semua milik Allah.
Wama filardh” dan apa yang ada di bumi juga milik Allah.

Kalau ciptaan Allah yang paling besar (yang kita ketahui) yaitu adalah langit dan bumi maka bermakna semua ciptaan Allah itu adalah milik Allah. Jadi penekanan perkataan ini adalah pemilikan. Semua ciptaan Allah di miliki oleh Allah. Karena ada “lam” yang ada di pangkal perkataan ini “Lahu” ini di sebut “al tamlik” (lam pemilikan)

Apa makna yang terkandung dalam “lam pemilikan”? Makna yang terkandung dalam ini adalah penguasaan. Jika kita menyebut rumah ini milik saya maka bermakna kita berkuasa atas rumah yang kita miliki itu. Apabila kita ingin menjual boleh? Tentu saja boleh karena milik kita dan hak kita mau jual apa tidak. Kita merobohkan boleh? Tentu saja boleh dan suka-suka kita. karena itu semua milik kita maka terserah kita mau di apakan saja.

Tetapi apabila rumah itu bukan yang kita miliki yaitu rumah sewa atau kontrak. Kira kira boleh tidak jika kita menjualnya? Tentu saja tidak. Bolehkah kita merobohkannya? Tentu saja tidak. Kita tidak berkuasa atas rumah itu karena kita bukan pemiliknya. Jadi makna milik disini adalah menguasai.

Nah kalau di sebut “Allah memiliki apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi" bermakna Allah menguasai apa saja dari yang DIA ciptakan. Lalu kalau di sebut “Menguasai” bermakna tidak ada satupun ciptaan yang tidak di ketahui oleh Allah. Semuanya di ketahui oleh Allah dari yang zahir, lahir dan juga yang batin.

Seperti diri kita ini, adalah milik Allah. Allah tahu tubuh kita, pikiran kita, prilaku kita, hati kita, sikap kita dll. Setiap apa yang kita pikirkan Allah tahu bahkan yang akan kita pikirkan pun Allah sudah tahu. Begitu pula apa yang kita rasakan di hati, yang sedang kita rasakan saat ini dan akan kita rasakan berikutnya Allah tahu. Nah itulah makna “di miliki”, maka setiap apa yang di miliki itu di ketahui oleh Allah.

Kemudian apa yang di miliki oleh Allah itu tunduk atas kehendak Allah. Misalnya seorang hamba sahaya di miliki seorang majikan maka hamba sahaya itu tunduk pada kehendak tuannya. Karena ia di miliki oleh majikan. Misalnya di suruh pergi, maka hamba sahaya ini akan pergi, jika di suruh datang maka akan datang jika di suruh duduk akan duduk dst.

Nah apabila semua yang ada di alam semesta ini (di langit dan di bumi) milik Allah maka semuanya tunduk pada kehendak Allah. kitapun tunduk pada kehendak Allah. Allah memang memberikan kehendak kepada kita, tetapi kehendak ini tidak akan berlaku kecuali kalau Allah menghendaki demikian. Maka kita tunduk kepada kehendak Allah, dan itu adalah sebagai ujian.

Tetapi saat ini sangat banyak sekali manusia yang gagal dalam ujian, dan dia menangkan kehendaknya. Yang kehendaknya itu bertentangan dengan kehendak Allah. Kehendak Allah itu misalnya ambil yang halal-halal saja wahai hambaku.. Si hamba tersebut mengambil yang haram-haram, ini bermakna memenangkan kehendaknya dari pada kehendak Allah, maka termasuk hamba yang menyombongkan diri.

Dahulu fir’aun dia yang berkehendak “Akulah tuhanmu yang paling tinggi” dengan sombongnya berkata di hadapan masyarakat mesir pada masa itu. Maka hasil akhirnya atas kesombongan itu adalah Allah benamkan ia pada tempat yang rendah, dasar laut. Nah ketika itu barulah ia beriman kepada Allah “Sekarang aku beriman dengan tuhannya musa dan harun” tetapi sayang taubatnya sudah terlambat, nyawa sudah berada di kerongkongan maka taubat di tutup oleh Allah.

Nah lihat, Allah SWT ketika menyebut milikNyalah apa yang ada di langit dan di bumi maka sepatutnyalah manusia di bumi ini menghambakan diri. Jangan dikira apa yang kita buat ini tidak diketahui oleh Allah. jangan di anggap kehendak kita akan menang…

Satu lagi makna “memiliki” adalah “menguasai”. Apabila Allah “memiliki” apa saja yang ada di langit dan di bumi bermakna Allah menguasai apa saja yang ada di langit dan di bumi tanpa terkecuali.

Syaiton yaitu adalah dari kalangan jin. Syaitan dapat melihat kita, tetapi kita tidak dapat melihatnya, Meskipun syaitan ini tidak dapat di lihat, syaitan itu di kuasai oleh Allah. Apa sebab? “Lahumafissamawati wama fil ardh” miliknyalah apa yang ada di langit dan di bumi, termasuk syaitan kah? Tentu. Allah yang memilikinya dan Allah yang menguasainya maka Allah akan sangat mudah menundukkannya.  Kita susah untuk menundukkan syaiton sebab kita tidak melihat syaiton, dan syaiton itu adalah musuh kita.

Nah bagaimana cara agar syaiton itu bisa tertundukkan sehingga tidak mengganggu kita? Cara adalah dengan meminta perlindungan dari Allah dari syaiton yang terkutuk dan mengganggu kita itu. Kalau kita menundukkan sendiri pasti tidak akan bisa karena kita tidak melihat syaiton, tetapi apabila kita meminta perlindungan pada Allah dari syaitan maka syaitan akan bisa di tundukkan dengan sangat mudah. "A’udzubillahiminasy syaitoonnirrojiimm” artinya aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk

Nah penjelasan di atas itu adalah makna dari “lahu” (milik). Apabila di katakana “Lahumafissamawati wama filardh” maka berhubungan seorang hamba itu dengan Tuhannya sehingga seorang hamba itu dalam pengetahuan Allah, di dalam kehendak Allah dan di dalam penguasan Allah. Inilah rahasia ayatul kursi. Jika kita baca ayat ini akan menjadi do’a sehingga dengan do’a itu kita di beri oleh Allah apa saja yang kita minta.

لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ “Lahuma fissamawaati wamafilard”

Kata مَا “Ma” artinya “apa saja” bermakna semua ciptaan Allah termasuk manusia. Namun dalam kata ini Allah tidak menyebutkan “lahu man fissama waat” yang makna kata “Man” adalah untuk makhluk yang berakal, tetapi mengapa Allah menyebutkan “lahu ma fissama” yang bermakna semua ciptaan Allah baik yang berakal maupun yang tidak berakal

Karena ciptaan Allah yang paling banyak adalah yang tidak berakal. Contohnya, bintang di langit ada berapa banyaknya? Tak terhitung oleh manusia.. Batu yang ada di sungai ada berapa banyaknya? Tak terhitung oleh manusia. Pasir yang ada di pantai ada berapa banyaknya? Tak terhitung kan ya? Air laut di samudra ada berapa banyaknya? Itu hanya yang kita sebut dan yang kita tahu. Ada masih sangat banyak lagi benda-benda yang tak kita ketahui dan semua itu adalah ciptaan Allah.

Jika ciptaan Allah benda-benda seperti ini di bandingkan dengan citptaan Allah benda hidup seperti manusia kira-kira berapa perbandingannya? Tentu saja tidak sebanding. Betul ???  Itu barulah langit dan bumi saja yang kita sebut. Ada lagi yang lebih besar dari langit dan bumi. Yaitu adalah Kursi

Kursi Allah, kira kira seperti apa? Allahu ‘alam.. Kita tidak tahu. Kursi Allah jika di bandingkan dengan langit dan bumi itu umpamanya langit bumi seperti subang (anting anting yang di pakai di telinga wanita) dan kursi Allah itu seperti padang pasir yang sangat luas. Subang di atas padang pasir, kira kira seperti apa perbandingannya???? Anda bisa membayangkan?

Nah itu adalah perbandingan langit dan bumi dengan kursi Allah. Ada lagi yaitu adalah ‘Arasy Allah. Allah bersemayam di atas Arasy. Sekarang kita bandingkan kursi dengan Arasy Allah. Bandingan kursi dengan arasy sama dengan perbandingan langit dan bumi dengan kursi seperti yang di paparkan di atas.

Kursi Allah itu seperti subang dan arasy Allah seperti padang pasir. Coba bayangkan sejenak dan bandingkan… Kira kira sebesar apa kursi Allah itu? Sebesar apa kursi Allah? Dan sebesar apa ‘arsy Allah???

مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ “Mandzalladzi yasyfan'u ’indahu illa biidzh nih”. Tidak ada sesiapa yang dapat memberikan syafaat di sisiNya kecuali dengan izinNya

Kira-kira siapa yang memiliki syafaat? Tidak semua orang memiliki syafaat, hanya orang-orang tertentu saja yang memiliki syafaat. Imam Ar Rodzi menyebutkan dalam tafsir beliau orang yang memiliki syafaat itu adalah orang orang yang taat kepada Allah. Misalnya seperti rasulullah di beri syafaat, orang tua, penghafal al qur’an, anak sholeh. Meskipun orang seperti ini mendapatkan syafaat dari Allah tetapi mereka tidak dapat memberikan pada orang lain tanpa izin dari Allah

Di sebutkan dalam kata di atas “Kecuali dengan izinNya” Izin siapa? Izin Allah SWT. Ini bemakna yang mengatur sebenarnya adalah Allah SWT. Meskipun ada syafaat di tangan kita, kita tidak dapat berkehendak sesuka hati untuk memberikan kepada orang lain. Kalau Allah izinkan maka akan dapat memberi syafaat tetapi kalau Allah tidak mengizinkan maka tidak mendapatkan syafaat atau tidak bisa memberikan syafaat pada orang lain.

Lalu apa makna syafaat?
Syafa’at di ambil dari kata "syafa’a", syafa’a itu artinya adalah genap. Ada bilangan genap dan ada bilangan ganjil. Syafa'at artinya genap, kenapa di katakan syafaat? Karena syafaat itu menggenapkan. Nah kalau disebut kata menggenapkan, apa yang bisa kita fahami sebelum di genapkan? Yaitu adalah kurang. Setelah di genapkan ? maka akan menjadi cukup.

Umpamanya kita handak beli 1 barang. Haganya 10ribu, namun uang yang kita punya hanyalah 9 ribu. Kira-kira cukupkah membeli barang tersebut? Tidak cukup! Dan apakah dapat terbeli barang? Tentu tidak karena uang tidak cukup.  Bagaimana supaya dapat terbeli barang? Harus ada orang yang menggenapkannya.

Orang  yang menggenapkan ini di sebut orang yang menolong kita, yang memberikan syafaat pada kita.

Contoh nya:

Pada diri rasulullah ada sya’faat yaitu adalah di cepatkan timbangan kelak di akhirat. Rasulullah berdo’a “Ya Allah cepatkanlah timbangan hamba-hambamu ini”. Lalu Allah perkenankan, akhirnya kita di bawa untuk di timbang. Kalau tidak dengan do’a rasul, maka kita akan berkeliaran saja di bumi masyhar yang ketika itu jarak antara matahari dengan kepala hanya sejengkal.

Kita tidak beralas kaki, masing-masing orang akan berubah wajah dan berubah bentuk sesuai dengan amalan yang dikerjakan di dunia. Ada yang perutnya besar, karena memakan makanan yang haram. Kakinya kecil maka tak dapat membawa perutnya yang besar. Akhirnya berjalanlah di atas perutnya seperti ular yang sudah makan mangsanya. Ada pula yang kepalanya besar, badan kecil & kaki kecil, karena sewaktu di dunia besar kepala / sombong. Maka terbaliklah kepalanya itu kebawah dan berjalan di atas kepalanya. Itulah suasananya di padang masyhar, sangat menakutkan sekali

Maka dari itu dengan syafa’at rasulullah ini agar kita di cepatkan timbangan amal perbuatan kita. Bahkan ada yang mengatakan “ya Allah cepatkanlah timbangan meskipun pada akhirnya kami keneraka juga, karena kami sudah tak mampu bertahan di bumi masyhar ini

Seperti itulah suasananya di alam masyar itu, sangat sangat menakutkan. Dan setiap orang akan lari dari yang lainnya. Ornag tua lari dari anak, anak lari dari orang tua, dan semua kita akan lari dari saudara saudara kita sendiri.. Nah kalau di sebut “lari” maknanya apa? Bertemukah? Tidak. Tetapi akan semakin menjauh. Makna “lari” adalah bergerak cepat sekuat tenaga. Maka ketika di bumi mahsyar sudah bisa kita bayangkan seperti apa kelak?

Nah meskipun rasulullah di beri syafaat namun itu hanya bisa atas seizin Allah SWT.

Contoh lagi

Seorang hamba yang meniti titian, titian di atas mulut neraka. Lebih halus dari rambut yang di belah dan lebih tajam dari mata pedang. “Tidak ada satupun orang dari kamu yang tidak melaluinya” kecuali orang orang yang di istimewakan yaitu orang yang di masukkan ke syurga tanpa hisab. Kalau amalnya di dunia ini cukup, seperti sholat 5 waktu, puasa dan zakat serta haji terpenuhi dengan baik, insya Allah dapat melewati titian ini.

Tetapi kalau tidak cukup, misalnya satu saja (yang wajib misal sholat subuh) tidak di buat saat di dunia dan tidak di hapuskan dosa ibadah wajib yang di tinggalkan itu, maka ia akan masuk ke dalam neraka.

Nah ketika itu rasulullah yang berada di pinggir titian yang akan memberikan syafaat dengan atas izin Allah SWT. “Ya Allah hamba mu ini telah banyak menunaikan ibadah yang wajib, tetapi hanya satu saja yang tinggal, maka genapkanlah yang kurang itu sehingga ia selamat dan sampai ke daratan syurga”  Nah menggenapkan ini adalah syafa’at dari rasulullah.

Tetapi jangan tunggu syafaat dari rasulullah pula. Maka sempurnakan sholat fardhu. Tetapi bagaimana cara menyempurnakan sholat fardhu kadang-kadang tertinggal? Ada yang sholat fardhu nya tidak tertinggal tetapi kadang-kadang tidak khusu’ dan tidak pula dapat memastikan sholat itu sempurna di lakukan?. Lalu bagaimana supaya yang wajib itu sempurna? Caranya adalah tambah dengan yang sunah sunah. Nah itulah posisi yang sunah-sunah untuk menyempurnakan yang wajib.

Contohnya yaitu sholat sunah rawajib (ba’diah dan qobliah), puasa sunnah, bersedekah / infaq, umrah dan sunnah sunnah yang lain juga masih banyak apabila di kerjakan akan semakin bagus. Maka amalam amalan sunnah inilah yang akan menyempurnakan ibadah wajib kita. Mudah mudahan dengan amalan-amalan tersebut akan mencukupkan (atau melebihkan) bekal kita kelak saat melewati titian di mulut neraka itu.

Cuma amal saja bekal kita kelak. Maka mulai dari sekarang perbanyaklah amal untuk bekal kelak
Semakin banyak bekal yang kita bawa itulah yang akan mempercepat kita melewati titian itu. Karena setiap bekal yang di bawa akan di hargai dengan cahaya. Semakin terang cahaya seperti kilat maka semakin cepat sampai ke syurga.

مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ “Man dzaladzi yasfa'u illa bi idznih”

Kata مَنْ “man” disini adalah “man” istifham inkari (pengingkaran). Apa makna pengingkaran? Maknanya tidak ada yang bisa membantu, tidak ada yang bisa menolong, tidak ada yang bisa menggenapkan kecuali dengan izin Allah.

“Tidak ada sesiapapun yang dapat memberikan pertolongan (syafaat) disisiNya” 

Semua dalam penguasaan Allah, kalaupun ada yang berkehendak seperti manusia, maka kehendak itu berada di dalam atau di bawah kehendak Allah. Misalnya seorang hamba berkehendak untuk menolong, maka Allah memperkenankan kehendaknya itu menolong orang.

لَّا بِإِذْنِهِ “illa bi idznih” kecuali atas izin Allah

Apa makna izin? Kalau Allah izinkan, maka berlaku. Kalau Allah tidak izinkan tidak berlaku. Contohnya ada orang yang ingin memasukki rumah kita, maka sebelum itu ia mesti meminta izin pada kita (pemilik rumah). Ketuk pintu dan mengucapkan “assalamu’alaykum”. Lalu kita buka pintunya. “Bolehkah saya masuk?” tamu bertanya, jika kita bilang boleh maka ia akan masuk. Ini bermakna telah mengizinkan

Lalu apa makna izin? Yaitu adalah menyampaikan kehendak orang lain. Jika kita mengizinkan tamu masuk kedalam rumah itu artinya adalah menyampaikan kehendak dari tamu untuk memasuki rumah kita. Kalau tidak di izinkan bagaimana? Kalau tidak di izinkan maknanya tidak sampailah kehendak orang tersebut untuk masuk kerumah kita. Maka tamu tidak masuk kedalam rumah kita. Di ketuk pintu 3 kali pemilik tidak keluar, bermakna? Tidak di izinkan masuk rumah. Maka artinya tidak di beri izin masuk, kalau begitu pulanglah tamu tersebut.

Jadi izin itu adalah penyampaian kehendak. Misalnya kita berkehendak ingin naik haji, uang sudah terkumpul, persiapan sudah matang dan hanya tinggal pergi saja lagi.. Nah kehendak kita ingin haji tetapi kalau Allah tidak izinkan maka tidak akan terjadi... Umpamanya pas hari H-nya mau berangkat, tiba tiba meninggal dunia, tak jadi pergi haji. Maka apakah kehendak itu tercapai? Tidak ! Tidak ada makna kehendak kalau tidak sampai atau kalau tidak menjadi kenyataan.

Jadi kesimpulannya apa? Kesimpulannya kehendak kita saja tidaklah cukup, tetapi harus ada kehendak Allah juga.

Kehendak itu berlaku apabila Allah mengizikan itu terjadi. Bermakna yang menjadi penentu siapa? Yaitu adalah Allah. Jadi Allah lah yang menjadi penentu yang sebenarnya.

Jadi kalau kita pegang ayat kursi ini, tak Nampak lagi ada yang besar, yang gagah, yang hebat, kecuali Allah. Mndzalladzi yasyfangu illa bi idznih. Kalau rasa-rasa ada orang yang mendengki kita, memfitnah kita silakan saja mendengki, tetapi kalau Allah tidak mengizinkan kedengkiannya itu tidak ada maknanya sama sekali.

Nah cukuplah ayat kursi ini untuk kita berlindung dan meminta pertolongan kepada Allah. Jika kita amalkan dengan konsisten maka akan dapat menfaatnya yaitu perlindungan, pertolongan, dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Nah cukup sampai disini saja penjelasan nya nanti kita akan lanjutkan pada bagian selanjutnya. Yaitu Tafsir Ayat Kursi Bagian 3 dari 4. Semoga dapat bermanfaat untuk kita semua.Jangan lupa di bagikan pada sahabat dan saudara semuslim kita.. :)

Jangan lewatkan informasi islami terbaru, kami dikirim via email anda

0 Response to "Tafsir Ayat Kursi Bag 2 dari 4 | Surah Al Baqoroh 255"